Rabu, 04 Juni 2014

Diksi dan Gaya Bahasa




Pengertian Diksi

Diksi atau pilihan kata adalah hasil dari upaya memilih kata yang tepat untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa. Diksi bukan sekedar memilih yang tepat tetapi untuk menentukan kata mana yang cocok digunakan dalam kalimat yang maknanya tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang diakui masyarakat.
Contohnya : kata mati, yang bermakna meninggal,wafat,kembali ke haribaan tuhan
Syarat syarat diksi
  • Ketepatan pemilihan kata
Indikator ketepatan pemilihan kata antara lain:
1.      Mengomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan sesuai berdasarkan kaidah bahasa Indonesia.
2.      Menghasilkan komunikasi puncak (yang paling efektif)
3.      Menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai dengan harapan penulis atau pembaca.
4.      Menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.
Ketepatan pemilihan kata terdiri dari beberapa pilihan kata yaitu :
1.      Denotatif dan konotatif
Denotatif adalah makna wajar yang sesuai dengan apa adanya.
Contohnya : makan bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Konotatif adalah makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial pribadi dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Makna konotatif tidak tetap.
Contohnya : kamar kecil mengacu pada kamar yang kecil(denotatif), tetapi kamar kecil berarti jamban (konotatif).

  • Kesesuaian kata
Syarat kesesuaian kata, sebagai berikut :
1.      Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampur adukan dengan kata tidak baku yang digunakan dalam pergaulan.
Contoh : hakikat(baku) : hakekat (tidak baku)
2.      Menggunakan kata yang nakan kata ber dengan nilai sosial dengan cermat.
Contoh : kencing(kurang sopan) : buang air kecil (lebih sopan)
3.      Menggunakan kata berpasangan dan berlawanan makna dengan cermat.
Contoh : sesuai bagi (salah) : sesuai dengan (benar)
4.      Menggunakan kata dengan suasana tertentu,
Contoh : berjalan lambat, mengesot dan merangkak.
5.      Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karya ilmiah dan komunikasi non ilmiah menggunakan kata populer.
Contoh : argumentasi ( ilmiah), pembuktian (populer)
6.       Menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis.
Contoh : tulis,baca,kerja (bahasa lisan) : menulis,membaca,mengerjakan (bahasa tulis)
Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah penggunaan kata kiasan dan perbandingan  yang tepat untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu, gaya bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam berbicara.
Macam macam gaya bahasa

1.      Gaya bahasa penegasan
  1.  Inversi adalah gaya bahas yang berupa susunan kalimat terbalik dari subyek-predikat menjadi predikat-subjek. 
    Contoh : indah benar pemandangannya.
  2.  Retoris : gaya bahasa berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban.
    Contoh : bukankah tugas kalian masih banyak.
  3. Koreksio : gaya bahasa yang mengoreksi kata-kata yang dianggap salah dengan kata-kata pembetulannya.
    Contoh : dia sedang tidur,oh ternyata sedang di kamar kecil.
  4. Repetisi : gaya bahasa dengan mengulang ulang kata atau kelompok kata. Repetisi sering digunaka dalam pidato.
    Contoh : kita harus berusaha,kita harus belajar, kita harus bisa sehingga kita harus pintar.
  5. Paralelisme : gaya bahasa dengan pengulangan yang sering dipakai dalam puisi. Dapat dibedakan menjadi dua yaitu anafora dan epifora.
  6. Enomerasio : gaya bahasa yang menyebutkan beberapa peristiwa saling berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan.
    Contoh : bintang-bintang gemerlapan, rembulan bersinar, angin berembus sepoi-sepoi
  7. Klimaks : gaya bahasa yang mengungkapkan bebrapa hal secara berturut-turut semakin memuncak.
    Contoh : sejak detik,menit,jam dan hari ini saya tidak merokok lagi.
  8. Antiklimaks : gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal secara berturut-turut semakin menurun.
    Contoh : jangan seribu, seratus,serupiah bahkan sesen pun aku tidak membawa uang.
  9.  Asidenton : gaya bahasa yang menjelaskan beberapa hal sederjat secara berturut0turut tanpa kata penghubung.
    Contoh : baju,celana,kaos,sarung dan kaos kaki dicuci semuanya
     
  10. Polisidenton : gaya bahasa yang menjelaskan beberapa hal sederajat secara berturut-turut dengan kata penghubung.
    Contoh : buku cerita dan sepatu serta tas dibeli oleh kakak untuk adik.           
  11. Pleonasme : gaya bahasa yang menggunakan kata tambahan secara berlebihan
    Contoh : anak-anak sedang turun ke bawah.
     
  12. Tautologi : gaya bahasa dengan pengulangan kata,kelompok kata, atau sinonimnya.
    Contoh : datang. Datanglah malam ini juga wahai sahabatku.
     
  13.  Praterito : gaya bahasa yang menyembunyuikan maksud agar ditebak oleh pembaca atau pendengarnya.
    Contoh : senang sekali bisa diterima kuliah di UGM. Kelak kalian dapat merasakan sendiri.
     
  14. Elipsis : gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat tidak lengkap).
    Contoh : ayo, tidur! (maksudnya : ayo, anak-anak tidur!)
     
  15. Interupsi : gaya bahasa yang menggunakan kata atau kelompok kata yang disisipkan untuk menjelaskan sesuatu.
    Contoh : buku ini, yang ku cari selama ini, yang kudapatkan dari seorang teman.
     
  16. Ekslamasio : gaya bahasa yang menggunakan kata seru. Yang termasuk kata seru di antaranya, yaitu ah,aduh,amboi,astaga,awas,oh,wah.
    Contoh : awas,ada anjing galak!
2. Gaya bahasa perbandingan
  1. Tropen : gaya bahasa yang menggunakan kata atau istilah lain dalam istilah sejajar.
    Contoh : pikirannya melambung tinggi (sejajar dengan memikirkan hebat-hebat)
     
  2. Simbolik :  gaya bahasa yang menggunakan perbandingan simbol (lambang) benda, binatang, atau tumbuhan.
    Contoh : lintah darat harus dibasmi.
     
  3.  Antonomasia : gaya bahasa yang menggunakan kata (sebutan) tertentu untuk menggantikan nama orang atau sebaliknya.
    Contoh : kartini adalah Srikandi Indonesia.
     
  4.  Alusio : gaya bahasa yang mengggunakan ungkapan.pribahasa, atau sampiran pantun secara lazim.
    Contoh : petugas itu dijasikan kambing hitam.
     
  5.  Eufismisme : gaya bahasa yang menggunakan kata atau kelompok kata penghalus.
    Contoh : ia sedang ke kamar belakang (kamar belakang penghalus dari WC).
     
  6.  Litotes : gaya bahasa yang menggunakan kata berlawanan untuk merendahkan diri.
    Contoh : ayo mampir ke gubuk kami (rumah).
     
  7.  Hiperbola : gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan.
    Contoh : tawanya menggelegar hingga membelah bumi.
     
  8.  Perifrasis : gaya bahasa yang menggunakan suatu kata atau kelompok kata dengan kata atau kelompok lain.
    Contoh : aku merasa senang dapat belajar di kota pelajar (Yogyakarta).
     
  9.  Personifikasi : gaya bahasa yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup atau bernyawa.
    Contoh : Buih laut menjilat panta.
     
  10.  Sinekdoke : gaya bahsa yang menyebutkan sebagian, tetapi yang dimaksud ialah seluruh bagian atau sebaliknya. 
  11.  Pars protato : gaya bahsa yang menyatakan sebagian, tetapi untuk seluruhb bagian.
    Contoh : setiap kepala harus membayar uang dua ribu rupiah (setiap kepala : setiap orang).
     
  12.  Totem proparte : gaya bahsa yang menyatakan seluruh bagian untuk sebagian. Contoh : Flu burung menyerang Indonesia. (maksudnya penyakit flu burung menyerang beberapa orang Indonesia). 
  13. Metonimia : gaya bahasa yang menggunakan suatu nama barang,tetpi yang dimaksud adalah benda lain.
    Contoh : setiap hari aku minum aqua (maksudnya adalah air minum). 
  14. Alegori : gaya bahasa yang membandingkan kehidupan manusia dengan alam secara utuh.
    Contoh : keduanya selamatlah sampai di pantai dituju. (maksudnya mencapai kehidupan yang bahagia)
  15.  Metafora : gaya bahasa yang menggunakan kata atau elompok kata dengan arti bukan sesungguhnya untuk membandingkan suatu benda lainnya.
    Contoh : si jantung hatinya telah pergi tanpa pesan (jantung hati : kekasih).
     
  16. Simile : gaya bahasa yang menggunakan kata-kata perbandingan antara lain seperti bak umpama,laksana,bagaikan.
    Contoh : wajah kedua orang itu bagaikan dibelah dua.
3. Gaya bahasa pertentangan 
  1. Paradoks : gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan saling bertentangan,tetapu mengandung kebenaran.
    Contoh : hatinya bersedih dihari ulang tahunnya yang meriah ini.
     
  2. Antisesis : gaya bahasa yang menggunakan paduan harta dengan arti bertentangan.
    Contoh : kaya atau miskin sama dihadapan Tuhan.
     
  3. Anokronisme : gaya bahasa yang pernyataannya tidak sesuai dengan pristiwa.
    Contoh : kerajaan majapahit runtuh karena diserang Sriwijaya.
  4.  Kontradiksio : gaya bahasa yang mengandung pertentangan.
    Contoh : semua pengunjung dilarang masuk kecuali petugas.
  5. Okupasi : gaya bahasa yang mengandung pertentangan, tetapi diberi penjelasan.
    Contoh : dulunya ia anak bandel, tetapi sekarang ia baik.
4. Gaya bahasa sindiran
  1. Ironi : gaya bahasa sindiran yang halus.
    Contoh : harum benar bau badanmu, sudah dua hari kamu belum mandi.
     
  2. Sinisme : gaya bahasa sindiran yang agak kasar.
    Contoh : aku muak setiap melihat mukanya. 
  3. Sarkasme : gaya bahasa sindiran yang sangat kasar.
    Contoh : benar-benar kamu badak.
  4. Antifrasis : gaya bahasa ironi dengan kata atau kelompok kata yang berlawanan.
    Contoh : “lihatlah si gendut ini”, ketikas si kurus datang. 
  5.  Inuendo : gaya bahasa sindiran yang mengecilkan kenyataan sebenarnya.
    Contoh : jangan heran bahwa ia menjadi kaya karena pelit.

Perjuangan Para Pejuang Islam di Benua Eropa




 RESENSI FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA



Judul Film : 99 Cahaya Di Langit Eropa
Tema : Perjuangan Para Pejuang Islam di Benua Eropa 
Genre : Drama
Tanggal Rilis Perdana : 05 Desember 2013
Studio : Maxima Pictures
Durasi : 150 Menit
Sutradara : Guntur Soeharjanto
Penulis Naskah : Hanum Salsabila Rais, Rangga Almahendra
Musik : Cahaya di Langit Itu (Fatin Shidqia Lubis)
Pemain :
              Acha Septriasa (Hanum)
              Abimana Aryasatya (Rangga)
              Raline Shah (Fatma Pasha)
              Gecchae Qeaghaventa (Ayse)
              Dewi Sandra (Marion Latimer)
              Nino Fernandez (Steffan)
              Marissa Nasution(Maarja)
              Alex Abbad (Khan)
              Fatin Shidqia (Cameo)

Pendahuluan

99 Cahaya di Langit Eropa merupakan film yang diadaptasidari novel karangan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.Film initerinspirasi dari kisah nyata perjalanan Hanum dan Rangga selama 3 tahun tinggal di Eropa. Film ini menceritakan kisah agen muslim yang mengenal situs dan sejarah Islam di Eropa dengan benang merahnya kisah persahabatan dan perjalanan. Penonton dimanjakan dengan keindahan kota Wina (Austria) dan Paris (Prancis).

Isi

Film ini berkisah tentang seputar perjalanan spiritual yang dilalui oleh sepasang suami istri yaitu Hanum dan Rangga, dalam menelusuri jejak-jejak kebesaran Islam selama 3 tahun kala mereka tinggal di benua biru, Eropa.

Film ini dibuka dengan adegan kota Wina, Austria yang menjadi tempat tinggal pasangan muda Rangga dan Hanum di tahun 2008. Rangga adalah seorang mahasiswa Magister dari Indonesia yang mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di negerinya Mozart tersebut, dan Hanum yang saat itu adalah reporter salah satu TV swasta di Jakarta, mau tak mau meninggalkan pekerjaannya  untuk ikut serta mendampingi sang suami kuliah di Eropa.
Diawal film dikisahkan bahwa Hanum harus mengambil kursus bahasa Jerman yang merupakan bahasa ibu di negara Austria, agar ia dapat berkomunikasi dengan penduduk sekitar selama petualangannya hidup mendampingi suami di sana.
Dari kelas kursus bahasa Jerman inilah, Hanum berkenalan dengan seorang wanita Turki bernama Fatma Pasha.Hanum dan Fatma mengatur rencana. Mereka mengarungi jejak-jejak Islam dari barat hingga ke timur Eropa. Dari Andalusia Spanyol hingga ke Istanbul Turki. Tidak ketinggalan putri Fatma yang bernama Ayse yang setiap berjalan-jalan dengan Hanum, hampir selalu tak  lupa menjemput dari sekolah dan mengajak serta putri kecilnya.

Teman-teman Rangga di kampus diperankan juga secara menarik yaitu mahasiswa Muslim dari India bernama Khan,seorang Muslim fanatik yang bahkan rela tak lulus ujian demi ikut sholat Jumat, Steffan seorang agnostik/atheis yang terus menghujam Rangga dengan pertanyaan logika seputar “Apakah Tuhan itu ada?”…..lalu sosok Maarja yang merupakan seorang gadis cantik Eropa Timur yang menaruh hati pada Rangga tak peduli bahwa Rangga telah beristri.
Sementara dari teman-temannnya Hanum, selain Fatma di atas, ada teman-teman Turkinya yang juga tinggal di Osterreich, yaitu Latife dan Ezra.

Ketika Rangga harus menghadiri seminar yang diadakan di Paris, Hanum pun diajak Rangga ke Paris.Hanum sangat senang.Saat di Paris, Hanum bertemu dengan teman Fatma yang bernama Marion Latimer (Dewi Sandra). Marion adalah seorang muallaf yang merupakan ahli sejarah di Paris. Mereka juga bertemu seorang tokoh menarik dan simpatik yaitu Marion Latimer.
Bersama Marion, Hanum diajak mengelilingi kota Paris. Hanum diajak ke Menara Eiffel yang merupan icon kota Paris. Marion juga mengajak Hanum ke Museum Louvre.Dalam Museum tersebut terdapat beragam foto dan lukisan diantaranya adalah ukisan Monalisa dan lukisan Bunda Maria berkerudung.Hal yang menarik pada lukisan Bunda Maria adalah terdapat kaligrafi yang diliha bertuliskan La ilahaillallah.

Objek yang dikunjungi Hanum dan Marion berikutnya adalah Monumen Arc de Triomphe. Monumen Arc de Triomphe memiliki patung Napolleon Bonaparte.
Monumen Arc de Triomphe memiliki garis lurus imajiner yang tepat membelah kota Paris. Jika garis tersebut ditarik lurus sampai ke timur, maka garis tersebut tepat mengarah ke Ka’bah, Mekkah.
Dari segi gambar, film ini cukup baik dalam mengambil setting keindahan kota-kota Wina dan Paris.Bahkan adegan Rangga adzan Maghrib di atas menara Eiffel, dengan background kota Paris di senja yang mataharinya masih terang benderang, cukup menyentuh. Saat Rangga dan Hanum ingin berpamitan pulang, Marion menitipkan sesuatu untuk Fatma dan Ayse.

Sepulangnya Hanum dan Rangga ke Wina,mereka tidak bertemu dengan Fatma dan Ayse. Beberapa hari kemudian, Hanum penasaran dengan isi paketan yang diberi oleh Marion. Ia pun membukanya dan alangkah terkejutnya Hanum saat mengetahui bahwa isi paketan tersebut adalah obat kanker.

Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
Film 99 cahaya di langit Eropa ini banyak memberikan  ilmu pengetahuan kepada penonton tentang sejarah Islam di Austria dan Prancis. Film tersebut menunjukkan bahwa Eropa juga memiliki peradaban Islam yang kuat.

Kekurangan
Film ini dibuat bersambung. Karena ending dari film belum mencapai klimaks.Padahal film ini baru menampilkan prolog. Mungkin alasan pembuat film membuat ceritanya bersambung sebelum mencapai klimaks agar penonton penasaran dengan film 99 cahaya di langit Eropa part 2.


Penutup
Film 99 cahaya di langit Eropa sangat menarik dan layak ditonton oleh khalayak umum. Tidak hanya muslim, tapi juga non muslim bisa menonton film ini.Film  ini cukup menyampaikan pesan mengenai menyebarkan citra baik Islam dengan tetap bertoleransi dengan agama lain.

Pengertian Resensi

Dalam bahasa Latin resensi atau recensie artinya "melihat kembali, menimbang atau menilai". Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia resensi memiliki arti pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku. Tindakan meresensi memiliki arti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas atau mengkritik buku. Jadi, resensi ialah ulasan atau penilaian atau pembicaraan mengenai buku, baik non fiksi maupun fiksi/suatu karya sastra (cerpen, novel, drama/film, puisi).

Tujuan Resensi
  1. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif (mendalam) tentang apa yang tampak dan terungkap dalam suatu karya.
  2. Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah karya yang diresensi itu merupakan suatu karya yang bermutu atau tidak.
  3. Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah buku itu layak untuk dibaca.
Unsur-unsur Resensi
Didalam sebuah resensi karya sastra terdapat dua macam unsur, yaitu:
  1. Unsur Intrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra yang berasal dari dalam.
  2. Unsur Ekstrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra yang berasal dari luar (kebalikan dari unsur intrinsik).
Unsur Intrinsik
  • Tokoh
Tokoh ialah Individu yang mengalami berbagai peristiwa didalam cerita. Jika dilihat dari peran tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pembantu, sedangkan jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat pula dibedakan kedalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
  1. Tokoh Protagonis ialah tokoh yang memiliki watak tertentu dalam segi kebenaran (baik hati, jujur, setia, dll)
  2. Tokoh Antagonis ialah tokoh yang memiliki watak bertentangan dengan tokoh protagonis.
  3. Tokoh Tritagonis ialah tokoh yang selalu menjadi penengah, dan sering dimunculkan sebagai tokoh/orang ketiga.
  4. Tokoh Pembantu/peran pembantu/figuran ialah tokoh yang membantu cerita tokoh utama, posisinya bisa sebagai seorang pahlawan ataupun sebagai penentang tokoh utama.
  • Penokohan/Perwatakan
Yang dimaksud dengan penokohan ialah penggambaran tentang watak tokoh dalam suatu cerita karya sastra. Ada 3 cara yang dapata dilakukan untuk menggambarkan watak tokoh dalam cerita karya sastra, yaitu:
  1. Campuran ialah penggambaran watak tokoh melalui penggabungan cara analitik dan dramatik dengan tujuan untuk saling melengkapi.
  2. Analitik cara ini dilakukan pengarang untuk menggambarkan watak tokoh secara langsung. Contok: Siapa yang tidak mengenal Didi yang pintar dan selalu ceria. Meskipun secara fisik terlihat pendek namun sosoknya yang ramah dan baik hati kepada teman-temannya membuat dirinya menjadi panutan.
  3. Dramatik ialah cara pengarang untuk menggambarkan tokoh utama secara tersurat, dengan kata lain tidak langsung. Penokohan cara ini bisa melalui penggambaran tempat tinggal, percakapan/dialog antar tokoh, fisik, tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap tokoh tertentu dan jalan pikiran tokoh.
Dibawah ini contoh paragraf yang menggambarkan tokoh dengan cara dramatik:
Penggambaran Tokoh Melalui Jalan Pikiran Tokoh.
Contoh :
Tatkala aku masuk sekolah MULO, demikian fasih lidahku dalam Bahasa Belanda sehingga orang yang hanya mendengarkanku berbicara dan tidak melihat aku, mengira bahwa aku anak Belanda. Aku pun bertambah lama bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda, sungguh hari-hari ini makin ditebalkan pula oleh tingkah laku orang tuaku yang berupaya sepenuh daya menyesuaikan diri dengan langgam lenggok orang Belanda.
Penggambaran Tokoh Melalui Tingkah Laku/Perilaku Tokoh.
Contoh :
Di siang yang terik itu dia berjalan sendiri. Dengan gontai ia gendong tas itu. Sesekali terlihat bahwa ia menegur dan bahkan bertanya kepada orang yang dilaluinya. Setiap selesai ia bertanya, ia selalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih.
Penggambaran Tokoh Melalui Dialog Antar Tokoh.
Contoh :
“Kupukul kau kalau tidak mau mengaku. Dengan cara apa lagi aku mendapatkan pengakuanmu.” …………….
  • Tema
Tema ialah suatu unsur dalam karya sastra yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang melalui karyanya (jalan cerita).
  • Plot / Alur
Plot atau alur ialah jalan cerita atau rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Rangkaian peristiwa ini disusun berdasarkan hukum kausalitas (hubungan yang menunjukkan sebab-akibat). Berdasarkan hubungan tersebut setiap cerita memiliki plot/alur cerita sebagai berikut :
  1. Tahapan perkenalan ialah tahap dimana permulaan suatu cerita dimulai dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan. Di tahap ini berisi pengenalan tokoh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik dan penggambaran tempat).
  2. Menuju ketahap pertikaian ialah tahap dimana terjadinya pertentangan antar pelaku (awal mula pertentangan selanjutnya). Konflik dapat dibagi menjadi 2, yaitu: a). Konflik Internal ialah konflik yang terjadi dalam diri sang tokoh. b). Konflik Eksternal ialah konflik yang terjadi dari luar diri tokoh (konflik tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan, tokoh dengan tuhan, dll).
  3. Komplikasi/tahap penanjakan konflik, ketegangan dirasakan mulai semakin berkembang dan rumit terjadi pada tahap ini (nasib pelaku semakin sulit diduga).
  4. Klimaks merupakan ketegangan yang semakin memuncak (perubahan nasib pelaku sudah mulai dapat diduga, kadang pula tidak terbukti pada akhir cerita).
  5. Penyelesaian, tahap akhir cerita pada bagian ini terdapat penjelasan mengenai nasib-nasib yang dialami para tokoh dalam cerita setelah mengalami konflik dalam cerita. Beberapa cerita terkadang menyerahkan penyelasaian kepada pembaca, sehingga akhir cerita seperti ini tak ada penyelesaian atau menggantung.
Plot dapat dibedakan menjadi dua macam jika dilihat dari segi keeratan hubungan antar peristiwa, yaitu:
  1. Plot Erat yaitu sebuah cerita yang memiliki plot erat jika hubungan antar peristiwa terjalin dengan rapat, sehingga tak ada satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan.
  2. Plot Longgar yaitu jika hubungan antar peristiwa terjalin kurang erat dan jika ada salah satu jalan cerita yang dihilangkan maka penghilangan jalan cerita tersebut tidak akan mengganggu jalan cerita.
Berdasarkan jalan cerita plot dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
  1. Plot Ledakan yaitu plot yang akhir ceritanya mengejutkan dan tak terduga-duga.
  2. Plot Lembut yaitu plot yang akhir ceritanya berakhir tanpa adanya kejutan.
  3. Plot Campuran yaitu plot yang akhir cerita menggabungkan kedua plot sebelumnya (ledakan & lembbut).
Berdasarkan rangkaian peristiwanya plot dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
  1. Plot Maju, yaitu rangkaian peristiwa yang diceritakan mulai dari awal hingga akhir cerita.
  2. Plot Mundur/sorot balik/flash back, yaitu peristiwa-perisiwa yang menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu, baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok sebagai kenangan/masa lalau sang tokoh.
  3. Plot Campuran, yaitu peristiwa-peristiwa pokok diceritakan diawal lalu dilanjutkan dengan menceritakan peristiwa-peristiwa lama/ masa lalu tokoh sebagai sebuah kenangan, dan diakhiri dengan peristiwa-peristiwa pokok(masa kini).
Plot yang dilihat dari segi sifatnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
  1. Plot Terbuka, yaitu akhir cerita yang dapat merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita.
  2. Plot Tertutup, yaitu akhir cerita yang tidak dapat merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita.
  3. Plot Campuran, yaitu penggabungan antara plot terbuka dan plot tertutup.
  • Gaya Bahasa
Gaya bahasa ialah cara pengarang dalam mengungkapkan ide/gagasan melalui cerita.
  • Sudut Pandang/Point Of View
Sudut pandang ialah posisi pengarang dalam sebuah cerita atau karya sastra. Posisi pengarang ini terbagi menjadi 2, yaitu:
  1. Pengarang berperan langsung sebagai tokoh utama.
  2. Pengarang hanya sebagai orang ketiga yang posisinya sebagai pengamat.
  • Amanat
Amanat ialah pesan/kesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui jalan cerita. Pesan dalam karya sastra bisa berupa, kritik, saran, harapan, usul, dll.
  • Latar/Setting
Latar ialah tempat dimana terjadinya kejadian/peristiwa dan waktu terjadinya sebuah peristiwa, latar juga menjelaskan segala keterangan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dakam plot cerita. Latar terbagi lagi menjadi beberapa unsur seperti dibawah ini:
  1. Latar Tempat ialah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa dalam novel. Contoh: Kota, Pedesaan, dll.
  2. Latar Waktu ialah latar yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa. Contoh: masa kini, masa lalu, dll.
  3. Latar Sosial ialah latar yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Contoh: Kesederhanaan, keramahan, dll.
Di dalam karya sastra, latar berfungsi sebagai:
  1. Atmosfer atau Suasana merupakan latar yang lebih mudah dibicarakan daripada didefinisikan. Latar ini semacam aura rasa dan emosi yang ditimbulkan penulis melalui tulisannya, agar membantu terciptanya ekspektasi pembaca.
  2. Latar Tempat sebagai Elemen Dominan, latar tempat memiliki peran penting dalam karya sastra. Latar tempat menjadi unsur netral atau spiritual dalam sebuah tempat tertentu. Termasuk dalam fiksi jenis ini: Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang berbicara tentang Belitong pada zaman Orde Baru.
  3. Latar Waktu sebagai Elemen Dominan, dalam karya sastra ada yang menggunakan elemen waktu sebagai unsur yang dominan. Fungsi latar ini terjadi terutama pada karya sastra yang berlatar sejarah. Tidak hanya waktu yang menjadi unsur utama yang terlibat. Ada unsur-unsur nilai dalam waktu, misalnya unsur nilai dalam masa kemerdekaan, masa Orde Baru, dsb.
  4. Metafora, artinya jika latar spiritual ialah unsur latar yang secara spiritual memberi efek nilai pada karya sastra, maka fungsi latar ini adalah fungsi eksternal yang tidak secara langsung (eksplisit) berpengaruh pada cerita. Sebagai metafora, latar menghadirkan suasana yang secara tidak langsung menggambarkan nasib tokoh.
Contoh:
Pohon-pohon kelapa itu tumbuh di tanah lereng di antara pepohonan lain yang rapat dan rimbun. Kemiringan lereng membuat pemandangan seberang lembah itu seperti lukisan alam gaya klasik Bali yang terpapar di dinding langit. Selain pohon kelapa yang memberi kesan lembut, batang sengon yang lurus dan langsing menjadi garis-garis tegak berwarna putih dan kuat. Ada beberapa pohon aren dengan daun mudanya yang mulai mekar; kuning dan segar. Ada pucuk pohon jengkol yang berwarna coklat kemerahan, ada bunga bungur yang ungu berdekatan dengan pohon dadap dengan kembangnya yang benar-benar merah. Dan batang-batang jambe rowe, sejenis pinang dengan buahnya yang bulat dan lebih besar, memberi kesan purba pada lukisan yang terpajang di sana. Dalam sapuan hujan panorama di seberang lembah itu terlihat agak samar. Namun cuaca pada musim pancaroba sering kali mendadak berubah. Lihatlah, sementara hujan tetap turun dan angin makin kencang bertiup tiba-tiba awan tersibak dan sinar matahari langsung menerpa dari barat. Pohon-pohon kelapa digambarkan dengan indah dalam sebuah ekosistem yang padu. Namun kemudian digambarkan dalam suasana yang mengerikan dengan keadaan yang tidak menentu. Sekilas latar ini hanya latar netral yang tidak melambangkan apa-apa. Kemudian diketahui bahwa tokoh utama Lasi yang hidupnya bahagia dalam kesederhanaan mulai masuk dalam ketidakpastian setelah kecelakaan yang menimpa Darsa.
Unsur Ekstrinsik
  • Latar belakang kehidupan pengarang.
  • Pandangan hidup pengarang.
  • Situasi sosial, Budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra tersebut.
Beberapa Hal yang Terdapat Dalam Resensi
Dibawah ini terdapat beberapa hal yang terdapat di dalam sebuah resensi karya sastra :
  1. Judul Resensi
  2. Data/Identitas Karya Sastra
  3. Isi Resensi
  4. Kekurangan & Kelebihan
  5. Penutup
Terdapat perbedaan saat pemuatan data/identitas karya sastra yang diresensi, seperti pada resensi buku data yang tercantum ialah seperti berikut ini: judul buku, penulis & penerjemah (jika buku itu berupa terjemahan dari bahasa asing), nama penerbit, cetakan, tahun terbit, tebal buku & jumlah halaman. Pada drama/film maka data untuk resensinya adalah berupa: judul drama/film, penulis, sutradara, genre, pemain, penyunting & penerjemah, tahun terbit, penerbit.